Tampilkan postingan dengan label pengalaman haji. Tampilkan semua postingan

Pengalaman Haji Hedi Yunus

Pengalaman Haji  Hedi Yunus


Tasbih dan sandal, memang terkesan barang sepele. Namun di Tanah Suci, ketika jutaan orang tengah menunaikan ibadah haji, kedua barang itu merupakan barang yang sangat berarti. Sehingga betapa susahnya jika mereka tidak memiliki kedua barang vital tersebut.

Heidi Yunus, artis yang juga dikenal sebagai presenter, ketika menunaikan ibadah haji tahun 2003 lalu memiliki pengalaman aneh terhadap kedua barang tadi. ”Ketika kita berada di Tanah Suci, tasbih dan sandal merupakan barang yang sangat berharga. Jika kehilangan kedua barang tersebut, rata-rata jamaah haji akan merasa kebingungan. Saya punya pengalaman aneh dengan kedua barang itu,” katanya kepada Republika.

Ketika itu, bersama keluarganya, Heidi bermaksud pergi ke masjid. Namun setelah beberapa meter keluar dari maktab, ternyata lupa membawa tasbih. Semula mereka ingin kembali ke maktab, namun Heidi mengingatkan, daripada repot-repot kembali, lebih baik membeli saja, toh di seputar masjid banyak penjual tasbih.

Benar saja, ketika mendekati masjid, di pinggir jalan banyak dijumpai orang negro berjualan tasbih. Dibelilah dua buah tasbih seharga tiga riyal per buah. Setelah dibayar, ternyata salah satu lantai gentanya lepas dan jatuh ke tanah. Sebenarnya Heidi ingin mengambil, tetapi karena harganya murah, ia malu melakukannya.

Tetapi betapa kagetnya Heidi, selang tiga hari kemudian, ketika sedang tidur-tiduran, saudaranya yang tengah memperbaiki tas menemukan genta tasbih yang jatuh ke tanah itu ada di dalamnya. ”Saya heran dan kaget, genta yang waktu itu jatuh ke tanah, ternyata ketemu ada di dalam tas,” paparnya.

Pengalaman haji lain yang cukup aneh dirasakan Heidi, menyangkut soal sandal. Ketika melakukan thawaf terakhir di Masjidil Haram, sandal yang semula dipakai mendadak dibawa salah seorang saudaranya. Sementara ia bersama saudaranya yang lain harus pulang melalui pintu lain.

”Dalam keadaan penuh sesak, tidak mungkin kalau saya mencari saudara saya hanya sekedar untuk meminta sandal yang dibawanya. Oleh karena itu, daripada repot-repot lebih baik membeli saja, toh di luar masjid banyak penjual sandal.” Tetapi ketika sampai di luar masjid, Heidi tidak menemukan satu pun penjual sandal. Padahal, selain merasa lelah, perut terasa begitu lapar dan ingin cepat-cepat pulang ke maktab. Sementara udara sangat terik dan jalanan begitu panas, sehingga tidak mungkin berjalan kaki tanpa memakai sandal.

Dalam situasi seperti itu, antara sadar dan tidak, ia berucap: ”Ya Allah, moga-moga ada yang menawari saya sebuah sandal. Saya ingin sekali cepat kembali ke maktab ya Allah.”

Belum sempat Heidi mengusapkan tangan ke wajahnya, tiba-tiba muncul dua orang penjual sandal mendatanginya. Dengan mengucap Alhamdulillah, Heidi membeli sepasang sandal yang dibutuhkan itu. ”Pengalaman-pengalaman itu mendorong saya untuk kembali menunaikan ibadah haji, dan Alhamdulillah melalui haji khusus, tahun ini saya bisa berangkat lagi,” ujar personil Kahitna ini.

Menurut Heidi Yunus, ibadah haji merupakan bagian dari ritual agama yang memiliki sebuah keistimewaan. Selain tidak semua orang mampu melaksanakan dengan khusyuk, datang ke Tanah Suci bisa menyaksikan dan merasakan kebesaran Allah.

Begitu menginjakkan kakinya di Tanah Suci, Heidi menyaksikan ribuan orang menangis, termasuk dirinya. Betapa tidak, pemandangan di atas hamparan padang pasir yang luas, di antara bangunan-bangunan, jutaan manusia berbondong-bondong berjalan menuju satu tempat, yakni, Baitullah.

”Sebelum berangkat, saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk persiapan mental, tetapi ketika sampai di Tanah Suci, tak urung hati saya bergetar,” paparnya.

Bepergian ke luar negeri bagi Heidi Yunus sebenarnya merupakan hal yang biasa. Tetapi pergi ke Tanah Suci ternyata sangat luar biasa. Karena tidak hanya fisik yang merasakan adanya suatu perubahan. ”Berada di Tanah Suci, jauh berbeda dengan tempat lain, apalagi di tempat itu kita tidak hanya sekedar berwisata, melainkan untuk beribadah kepada Allah,” lanjut Heidi.

Begitu turun dari pesawat di Bandara King Abdul Aziz, Heidi langsung sujud sukur. Air mata yang menitik membuat ia merasa tenang dan makin mantab menjalankan ibadah haji. Dan ketika memasuki Makkah dan Madinah, perasaan Heidi di liputi rasa kekaguman luar biasa. Bahkan bukan itu saja, kekaguman serta ketakjuban terus terbawa pada ritual -ritual haji lainnya.

Rasa itu terbawa sampai ketika wukuf di Arafah, lari-lari kecil dari Sofa ke Marwa, hingga ketika menyaksikan kemegahan fisik dan kemegahan spiritual Masjidil Haram serta lempar jumrah. dan rasa itu, ternyata membuat Heidi tidak bisa menangis.

”Keadaan itu membuat saya berpikir, kenapa tidak bisa menangis lagi seperti jamaah yang lain,” tuturnya. Tetapi ketika ia mengambil sebuah kesimpulan, bahwa kunci ibadah itu berada di lubuk hati yang paling dalam dan tidak perlu diwujudkan dalam tangis, mendadak dirinya menangis.

Oleh : Lukmanul Hakim – Republika

Panggilan Haji Saat Usia Sudah Se-Abad

Ibadah haji kerap menjadi ibadah yang diimpi-impikan setiap muslim. Utamanya bagi muslim yang bukan warga negara Arab Saudi dan mereka yang memiliki keimanan yang tinggi kepada Allah SWT.


Selain harus mengeluarkan biaya yang besar, rukun Islam kelima yang disarankan bisa digenapkan setidaknya sekali seumur hidup itu merupakan ibadah unik. Hanya mereka yang ‘dipanggil’ saja yang memperoleh jalan melaksanakan haji. Materi berlimpah atau sebaliknya, bukanlah jaminan setiap muslim bisa berhaji. Begitu pun ihwal usia, tua atau muda juga tak menentukan keringanan langkah muslim dalam berhaji.

Berbicara soal usia, Leyla Ozlahlan, jamaah haji asal Turki sangat merasakan kebesaran Allah SWT. Betapa tidak, muslimah asal Turki ini baru bisa melakukan ibadah haji di usia yang sudah melewati 100 tahun atau seabad. Saat ini, umur Ozlahlan 110 tahun.

Padahal, Ozlahlan sudah lama ingin menunaikan ibadah haji. Namun, baru lima tahun terakhirlah dia bisa menabung guna membayar biaya haji.

Ozlahlan yang ditemui Arab News seusai lempar jumrah ditemani anaknya yang berusia 80 tahun mengatakan, ketika pertama kali diberitahu dirinya bisa haji di tahun ini, dia tidak percaya.

“Saya tidak mampu untuk mengekspresikan kegembiraan saya. Kadang-kadang menangis, kadang-kadang tertawa,” ujarnya. Ozlahlan merasa berhaji ibarat mimpi panjang yang baru menjadi kenyataan sekarang.

Kendati sudah renta, Ozlahlan merasa kuat dan tak surut oleh cuaca ekstrem yang terjadi di Makkah. Setelah berhasil berhaji, hanya satu keinginan Ozlahlan saat ini. “Sekarang saya ingin mati dan dikuburkan di Makkah,” ujarnya.

Kisah Pensiunan PNS Golongan 2B pergi haji

jamaah haji

MAKKAH--Akibat cerita hal-hal buruk, membuat banyak orang takut berangkat ke Tanah Suci. "Ada teman yang mengakui dirinya sebagai istri yang bawel terhadap suami. Karenanya, ia mengaku tak berani ke Tanah Suci, takut ditampar malaikat karena kebawelannya itu," ujar Mulyadi, jamaah asal Semarang.

Mulyadi mengaku hanya pensiunan pegawai rendahan. Ia pensiun tiga tahun lalu dengan golongan terakhir IIB. "Dalam ibadah haji, tak ada itu sebenarnya istilah panggilan.Yang penting adalah niat karena Allah," ujar dia.

Untuk bisa berangkat haji, Mulyadi mengaku harus menunggu berpuluh tahun hingga tabungannya mencukupi. Ia menabung mulai dari Rp 1.000, ketika masih menjadi pegawai negeri dengan golongan I. Semua itu ia lakukan karena niat berhaji.

Mulyadi menyebut ada temannya yang kaya, tapi belum berani berangkat ke Tanah Suci dengan alasan belum mendapat panggilan. "Panggilan itu hanya untuk dua hal. Panggilan untuk shalat dan panggilan meninggal. Kalau berangkat haji itu urusan niat, niat karena Allah," ujar Mulyadi.

Karena niat itu, Mulyadi yang pensiunan golongan IIB itu bertahun-tahun menabung. "Mulai dari nabung hanya Rp 1.000," ujar Mulyadi, petugas kebersihan di Dinas Pengairan di Semarang. Tahun ini ia bisa berangkat setelah tiga tahun pensiun. Teman-temannya yang kaya itu bersedia menyokong dana untuk uang saku Mulyadi selama di Tanah Suci.

Dengan meluruskan niat, Mulyadi bersyukur akhirnya bisa berangkat ke Tanah Suci. Butuh keikhlasan dan kerendahhatian untuk bisa melaksanakan ibadah haji dengan melampaui dunia apa pun dalam diri. Hasrat kepada materi harus disingkirkan. Dimatikan.

Karena dunia yang belum dimatikan di dalam dirinya, setiap tawaf selalu melambaikan tangan ke Kabah dengan ucapan, "Hai Kabah." Di putaran terakhir tawaf ia melambaikan tangan ke Kabah dengan mengucap, "Selamat tinggal Kabah."

Pulang ke Tanah Air ia berjanji akan menceritakan kisah-kisah baik tentang perjalanan hajinya. Hal-hal buruk adalah masalah pribadi dengan Sang Khalik.

Ia mencoba menjadi jamaah yang memakai hati dan akal dalam melihat sesuatu. "Tak ada itu malaikat diperintah Allah untuk menampar jamaah," kata dia. "Tak ada itu istilah panggilan untuk berhaji. Yang perlu niat. Panggilan hanya untuk dua hal, panggilan untuk shalat dan panggilan untuk mati," ujar dia.

Maka, saran dia, ketika kita berangkat ke Tanah Suci, hendaknya lupakan kehidupan masa lalu. Kita telah membuka lembar baru, memperbaiki hubungan dengan Allah.



Informasi dan Pendaftaran Haji Plus/Umrah
Hubungi : Rahmad Arifudin
Telp. 021-40487788, 087884412164