This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

11 Okt 2014

Raudhah Taman Surga



Raudhah Taman Surga

Raudhatul Jannah atau disebut Raudhah merupakan suatu tempat di dalam Kompleks Masjid Nabawi. Di tempat itu, jamaah haji memanjatkan doa dengan khusyuk, mengikuti sunah Rasulullah SAW.

Nabi Muhammad SAW memberi nama tempat tersebut Raudhatul Jannah atau Taman Surga. Semula lokasi Raudhah berada di luar Masjid Nabawi atau tepatnya di antara rumah Nabi dan mighrab di masjid. Namun seiring perluasan Masjid Nabawi yang telah dilakukan beberapa kali, lokasi itu saat ini berada di dalam masjid.

Dahulu, Nabi Muhammad sering duduk untuk membacakan wahyu dan mengajarkannya kepada sahabatnya di Raudhah. Nabi pernah bersabda, "Antara kamarku dan mimbarku terletak satu bagian dari taman surga." Sedangkan kamar yang dimaksud sekarang menjadi makam Nabi, sesuai wasiatnya yang mengatakan, "Tidak dikuburkan seorang Nabi, kecuali di tempat dia meninggal."

Berdasarkan hadis itulah kebanyakan umat Islam berusaha untuk bisa berada di Raudhah. Jamaah berupaya melaksanakan shalat di tempat itu. Mereka berharap dengan bisa berada di salah satu taman surga tersebut nantinya akan dimasukkan sebagai ahli surga. Selanjutnya, mereka akan berziarah ke makam Nabi dan dua sahabat yang dimakamkan di sebelahnya; Abu Bakar Asshidiq dan Umar bin Al-Kaththab.

Ruangan itu tidak seberapa luas, tak lebih 144 meter persegi. Saat ini, lokasi tersebut ditandai lima pilar besar berwarna putih dengan kaligrafi khas yang indah. Bagian lantainya digelar ambal berwarna putih, juga dengan ornamen unik yang khas dan berbeda dengan warna ambal yang digelar di lantai bagian lain di Masjid Nabawi.

Sudah menjadi pemandangan umum, setiap musim haji tiba para jamaah yang singgah di Madinah akan berebut untuk bisa masuk ke lokasi itu. Bukan hanya jamaah, melainkan petugas dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) juga memanfaatkan berbagai peluang dan kelonggaran waktu untuk menyempatkan beribadah di Raudhah.

Meskipun jamaah Indonesia belum tiba, jamaah negara lain, seperti dari Turki dan Iran, yang tiba di Madinah maupun warga asli Saudi juga ikut memenuhi ruangan itu. Tetap sulit juga mencari tempat shalat yang nyaman apalagi sekadar duduk-duduk untuk membaca ayat-ayat Alquran; salah-salah kita akan terinjak orang yang ingin masuk. Tak jarang, kita diminta petugas ketertiban masjid untuk segera keluar, memberi kesempatan bagi yang lain.




Share:

10 Okt 2014

Maqam Ibrahim, Tempat Dikabulkannya Doa (2)


Selain Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, Pancuran Emas, Hajar Aswad dan Multazam yang menjadi tempat dikabulkannya doa di sekitar Ka'bah, menurut Buya, tempat lainnya yang mustajabah adalah Rukun Iraqi, yaitu sudut Ka'bah antara Ka'bah sebelah timur dengan Hijir Ismail. 

Selain itu, adalah Rukun Syami, yaitu antara sudut ka'bah sebelah barat dengan Hijir Ismail. ''Yang menjadi tempat mustajabah juga adalah Rukun Yamani, yaitu sudut Ka'bah yang menuju putarawan tawaf Hajar Aswad atau sudut Hajar Aswad,'' jelasnya. 

Ia juga menyebutkan, tempat mustajabah doa lainnya di dalam Masjidil Haram adalah air zam zam, Shafa dan Marwa. ''Intinya, Masjidil Haram dan sekitarnya adalah mustajabah atau tempat dikabulkannya doa,'' ujarnya menjelaskan.

Berdasarkan pengalamannya yang bertahun-tahun membimbing jamaah haji, Buya mengungkapkan tips nyaman melaksanakan shalat di tempat-tempat mustajabah doa. Misalnya, di Maqam Ibrahim. 

Begitu selesai melaksanakan tawaf, jamaah disarankan untuk mencari celah-celah yang ada di sekitar Maqam Ibrahim. ''usahakan shalat sunah tawaf tidak berjamaah, tapi nafsi-nafsi (sendiri-sendiri),'' papar Buya menyarankan.

Lebih lanjut Buya menerangkan, di musim-musim haji, saat calon jamaah haji sudah berdatangan di Masjidil Haram, tidak mudah mencari tempat untuk melakukan shalat di Maqam Ibrahim. ''Kalo pas musim haji, suasana di sekitar Ka'bah, sangat padat,'' jelasnya.

Mengingat tingginya kedudukan tempat-tempat tersebut untuk dikabulkannya setiap doa yang dipanjatkan, para calon jamaah haji dari berbagai negara, begitu selesai melaksanakan tawaf, langsung bergegas mencari tempat-tempat mustajabah tersebut.

''Karena itu, para calon jamaah haji dari Indonesia harus pandai-pandai mencari tempat di sekitar Maqam Ibrahim atau tempat mustajabah lainnya,'' ujarnya menambahkan.

Buya menambahkan, tempat dikabulkannya doa di luar Masjidil Haram adalah di Arafah, Muzdalifah, Mina dan tempat melempar jumrah, baik Ula, Wustha mau pun Aqabah.


Share:

9 Okt 2014

Maqam Ibrahim, Tempat Dikabulkannya Doa (1)


Maqam Ibrahim, Tempat Dikabulkannya Doa

Pembiming KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Daarul Ulum Kabupaten Bogor, KH Anwar Hidayat SH menyatakan maqam Ibrahim adalah salah satu mustajabah (tempat dikabulkannya) doa di Tanah Suci.

''Karena itu, para jamaah haji yang baru selesai melakukan tawaf, disunnahkan melaksanakan shalat sunah tawaf di Maqam Ibrahim,'' ungkap kyai Anwar Hidayat kepada Republika di Bogor, Rabu (3/9).

Menurut pria kelahiran Sukabumi Jawa Barat yang telah lebih dari 30 tahun melakukan bimbingan ibadah haji, tempat-tempat yang disebut mustajabah (dikabulkan doa), selain maqam Ibrahim adalah fi jaufil Ka'bah (dalam Ka'bah atau sama dengan masuk di dalam Hijir Ismail).

Selain itu, kata kyai Anwar, adalah Hajar Aswad, Multazam yakni antara Hajar Aswad dan pintu Ka'bah, Pancuran Emas, yaitu tempat jatuhnya air dari atas Ka'bah ke Hijir Ismail.

Berdasarkan ilmu pengetahuan yang didapat dari berbagai kitab yang dipelajari, Buya, begitu lelaki ini akrab disapa, maqam Ibrahim bukanlah tempat imam shalat berjamaah di Masjidil Haram.

''Kalau imam shalat berjamaah di Masjidil Haram berada di Maqam Ibrahim, lantas bagaimana dengan orang-orang yang menjadi makmum shalat dan menempel ke ka'bah? Pasti tidak sah shalatnya,'' jelas Buya.

Buya menjelaskan secara definisi tentang Maqam Ibrahim. Maqam yang berasal dari bahasa Arab terambil dari kata-kata qoma-yaqumu-qauman yang berarti berdiri.

''Jadi, maqam itu bersifat isim makan atau menunjukkan tempat berdirinya Nabi Ibrahim di atas batu yang didatangkan dari Surga untuk membangun Ka'bah dengan Nabi Ismail, yang saat itu batu Ka'bah berserakan di mana-mana, setelah terjadinya tsunami pada jaman Nabi Nuh,'' papar Buya menjelaskan.
Dan Maqam ibrahim atau batu bekas berdirinya Nabi Ibrahim membangun Ka'bah berada di dalam rangka besi beratap kubah yang berwa kuning keemasan. ''Jadi, maqam itu bukan kuburan,'' jelas Buya mengingatkan.


Share:

8 Okt 2014

Maqam Ibrahim



Maqam Ibrahim

Usai melakukan thawaf—mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran—jamaah haji disunahkan untuk shalat sunah di depan Maqam Ibrahim. Tempat ini bukanlah kuburan Nabi Ibrahim atau tempat lahir pembangun Ka’bah. Sebenarnya, apakah itu Maqam Ibrahim? 

Sejarah mengisahkan Ibrahim dan putranya, Ismail, diperintahkan Allah untuk menyeru manusia agar menyembah atau beribadah kepada Allah. Namun, saat itu tak ada tempat yang bisa digunakan untuk keperluan beribadah kepada Allah.

Karena itulah Ibrahim berharap ada tempat yang bisa digunakan untuk lokasi berkumpulnya manusia, yaitu tempat berkumpul semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Keinginan Ibrahim ini dipenuhi oleh Allah. 

Dan, Allah memerintahkannya untuk membangun Baitullah, Ka’bah. Setelah menerima mandat ini, Ibrahim berkata kepada putranya, “Ismail, Allah telah memerintahkan aku, maukah engkau membantuku?”

“Ya, saya mau,” jawab Ismail.

“Allah telah menyuruhku untuk membangun sebuah rumah di sini,” ujarnya seraya menunjuk ke sebuah bukit kecil yang lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Mereka kemudian menuju ke tempat itu dan mulai membangun pondasi Ka’bah. 

Ismail yang mengumpulkan dan membawa batu-batu dan ayahnya, Ibrahim, menyusunnya menjadi bangunan/dinding. Setelah dinding bangunan itu menjadi tinggi, Ismail membawakan sebuah batu besar dan meletakkannya di depan ayahnya untuk tempat berpijak. 

Dengan batu pijakan ini Ibrahim dapat melanjutkan membangun Kabah. Batu tempat pijakan Nabi Ibrahim ini dapat naik turun sesuai dengan keinginan Ibrahim.

Ketika bangunan itu selesai, keduanya lalu mengitari Ka’bah dan berkata, “Wahai Tuhan kami, terimalah amalan kami ini.” Malaikat Jibril lalu turun dari surga dan menunjukkan cara-cara beribadah haji (ritual-ritual haji) kepada Ibrahim. 

Kemudian, Ibrahim menginjak batu itu—yang bisa naik melebihi ketinggian bukit-bukit yang ada di sekitarnya—dan berseru kepada manusia, “Wahai manusia, taatilah Tuhanmu.”

Batu besar bekas pijakan Nabi Ibrahim inilah yang disebut sebagai Maqam Ibrahim. Kini, batu itu masih ada dan terletak di dekat Ka’bah—sekitar 10 meter dari Ka’bah sebelum Hijir Ismail kalau kita memulai thawaf. 

Batu bekas telapak kaki Nabi Ibrahim ini kini tersimpan rapi dalam sebuah bangunan cungkup warna kuning dengan terali besi dan berkaca tebal agar tak terjamah oleh tangan-tangan manusia.


Share:

7 Okt 2014

Tentang Hijir



Tentang Hijir

Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan dalam kumpulan fatwanya bahwa banyak masyarakat awam menyebut Hijir ini dengan Hijir Ismail. 

Padahal, sebutan ini keliru karena tidak ada dasarnya. Ismail sendiri tidak pernah mengetahui mengenai keberadaan Hijir ini. Sebab, keberadaan Hijir dilatarbelakangi oleh kesepakatan kaum Quraiys untuk membangun kembali Ka’bah.

Kesepakatan bermula pada pembangunan ulang Ka’bah di atas fondasi Ibrahim yang memanjang ke arah utara. Namun, tatkala seluruh dana pembangunan Ka’bah telah terkumpul dan pembangunan hendak dimulai, ternyata anggaran tersebut tidak memadai. Sehingga tidak mencukupi apabila Ka’bah dibangun berdasarkan fondasi Ibrahim.

Akhirnya, mereka bersepakat, “Kita bangun saja sesuai dengan dana yang terkumpul, sedangkan sisanya kita biarkan berada di luar. Dan kita beri penghalang agar tak seorang pun melakukan thawaf di bagian dalamnya.”

Dari sini asal muasal dinamakan Hijir, karena kaum Quraiys menutupinya dengan pembatas akibat kekurangan dana pembangunan.


Oleh karena itu, Nabi SAW pernah bersabda kepada Aisyah, “Kalaulah bukan karena kaummu baru saja meninggalkan kekufuran, pasti aku telah membangun Ka’bah di atas fondasi Ibrahim dan membuatkan dua pintu untuknya; pintu masuk dan pintu keluar.”

Dalam Mu’jam al-Manahi al-Lafzhiyah, Syekh Bakar Abu Zaid berkata, “Para sejarawan menyebutkan bahwa Ismail bin Ibrahim dikubur di Hijir Baitul Atiq. Hampir tidak ada buku sejarah umum dan sejarah Makkah yang menafikan kabar ini. 

Karena itulah, Hijir ini dihubungkan kepada Ismail. Dan tidak ada fakta sejarah lain kecuali itu. Oleh karena itu, hendaknya disebut Hijir, bukan Hijir Ismail. Wallahu’alam!


Share:

6 Okt 2014

Hijir Ismail


Hijir Ismail


Hijir Ismail  juga disebut dengan Hijir Ka’bah, yaitu bagian yang ditinggalkan kaum Quraiys ketika pembangunan ulang Ka’bah dari fondasi Ibrahim.

Untuk menandai bahwa tempat tersebut bagian dari Ka’bah, mereka membuat pembatas (hijir) di atas tempat itu. Karena itulah dinamakan Hijir.

Akan tetapi, terdapat tambahan batas Baitullah padanya. Dalam hadits disebutkan, tambahan itu sepanjang tujuh hasta. Tempat ini pernah diikutkan lagi dalam bangunan Ka’bah oleh Ibnu Az-Zubair. Namun, tatkala dihancurkan Al-Hajjaj Ats-Tsaqafi, tempat ini kembali seperti ukuran semula.

Di Hijir (sekarang disebut Hijir Ismail) juga disebutkan terdapat kuburan Hajar, ibunda Ismail. Namun, kabar ini tidak pasti, sebagaimana ditegaskan para ulama.

Menurut Aram bin Al-Ashbagh, Hijir Ismail merupakan pinggiran Kota Madinah. Rahadiyah berkata, “Di hadapan Madinah ada sebuah desa yang disebut dengan Hijir. Di desa itu, terdapat beberapa mata air dan sumur-sumur milik Bani Sulaim secara khusus. Di hadapannya ada sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi yang disebut Puncak Hijir.” (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)


Share:

5 Okt 2014

Rukun-Rukun Ka'bah


Rukun (sudut) Ka’bah yang mulia ada empat. Berikut urutan rukun Ka’bah yang sesuai urutannya ketika memulai thawaf: rukun Aswad yakni Hajar Aswad, Rukun Iraqi, Rukun Syami yang disebut pula dengan rukun Maghribi (sudut barat), dan Rukun Yamani.

Apabila disebut disebut rukun secara mutlak, berarti Rukun Aswad. Jika disebut dua rukun, berarti Rukun Aswad dan Rukun Yamani.

Pada masa Nabi Ibrahim, sisi antara Rukun Iraqi dan Rukun Syami berbentuk seperti busur, yaitu busur Hijir yang oleh sebagian orang disebut dengan Hijir Ismail. Pada masa Abdullah bin Zubair, rukun-rukun itu dijadikan persegi empat dan keberadaan mereka terus dipertahankan bersamaan dengan keberadaan Hijir.

Rukun Yamani
Yaitu, sudut Ka’bah yang menghadap ke arah barat daya. Di dalam Mu’jam Al-Buldan, Yaqut Al-Hamawi menyebutkan dari Qutaibah, bahwa seseorang dari Yaman bernama Ubay bin Salim telah membangunnya. Sebagian warga Yaman menyenandungkan nasyid yang berbunyi:
Kami memiliki sudut di Baitul Haram sebagai warisan
Yaitu sisa peninggalan Ubay bin Salim

Dulu Nabi Muhammad SAW melakukan istilam padanya sewaktu thawaf, lalu menyapunya dengan tangan tanpa menciumnya dan tidak pula mencium tangannya setelah beristilam.

Rukun Iraqi
Dinamakan demikian, karena menghadap ke arah Syam dan Maghrib. Rukun ini disebut pula dengan Rukun Maghribi. Antara rukun Syami dan Rukun Iraqi terdapat talang Ka’bah yang berhadapan dengan Hijir.

Talang adalah tempat saluran air hujan yang turun di atas atap Ka’bah. Di dalam Akhbar Makkah—melalui sebuah isnad yang shahih—Al-Azraqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Shalatlah kalian di tempat shalat orang-orang pilihan dan minumlah dari minuman orang-orang yang taat.”

Seseorang bertanya, “Apa itu tempat shalat orang-orang pilihan?” Di menjawab, “Di bawah talang.” Lantas, “Apa itu minuman orang-orang yang taat?” Dia menjawab, “Air Zamzam.”

Ibnu Abbas telah menafsirkan minuman orang-orang taat dengan air Zamzam, bukan seperti yang dikira oleh sebagian kalangan awam—semoga Allah memberi petunjuk kepada mereka—yang berusaha keras untuk meminum air hujan yang turun dari talang Ka’bah. (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)


Share:

4 Okt 2014

Bermalam di Muzdalifah




Muzdalifah adalah tempat jamaah haji diperintahkan untuk singgah dan bermalam setelah bertolak dari Arafah pada malam hari. Muzdalifah terletak di antara Ma’zamain (dua jalan yang memisahkan dua gunung yang saling berhadapan) Arafah dan lembah Muhassir.

Ma’zim Arafah disebut pula dengan Madhiq (jalan sempit). Pembatasan ini dinyatakan oleh sejumlah ulama, antara lain Asy-Syafi’i di dalam kitabnya, Al-Umm. 

“Batas Muzdalifah adalah dari Ma’zamain Arafah hingga perbatasan Muhassir yang mencakup semua tempat di sisi kanan dan kiri, depan dan belakang, jalan-jalan di sela-sela bukit dan pepohonan, semuanya termasuk Muzdalifah,” kata Syafi’i.

Muzdalifah disebut juga dengan Jama’ (perkumpulan). Dinamakan demikian, karena orang-orang berkumpul di sana. Ia merupakan Masy’aril Haram yang disebutkan Allah SWT dalam Alquran, “Bukanlah suatu dosa bagi kalian mencari karunia dari Rabb kalian. Maka apabila kalian bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan berzikirlan kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepada kalian; sekalipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (QS al-Baqarah: 198).

Sebagian ulama mengatakan Masy’aril Haram hanya suatu tempat di Muzdalifah, bukan seluruh wilayahnya. Dalam hadis Jabir yang panjang terdapat keterangan yang menunjukkan bahwa Masy’aril Haram itu adalah suatu tempat di Muzdalifah, bukan seluruhnya. 

Dia menjelaskan dalam hadisnya bahwa Nabi SAW singgah di Muzdalifah dan shalat Subuh di sana. Beliau menunggangi Al-Qashwa’ (unta Nabi) hingga tiba di Masy’aril Haram. Lalu beliau menghadap kiblat, berdoa, bertakbir, bertahlil, serta mengesakan Allah. Dan beliau tetap berhenti di sana.

Bermalam di Muzdalifah hukumnya wajib. Maka siapa saja yang meninggalkannya diharuskan untuk membayar dam. Dianjurkan untuk mengikuti jejak Rasulullah; bermalam hingga memasuki waktu shalat Subuh, kemudian berhenti hingga fajar menguning. Namun, tidak ada masalah untuk mendahulukan orang-orang lemah dan kaum perempuan. Setelah itu, bertolak ke Mina sebelum matahari terbit.

Muhassir adalah sebuah tempat di mana seseorang diharuskan untuk berjalan cepat, yaitu sebuah lembah yang terletak antara Mina dan Muzdalifah sesuai dengan batasnya, dan bukan termasuk wilayah keduanya.

Muhassir juga disebut “al-muhallal”. Sebab, setiba di sana, jamaah haji bertahlil dan mempercepat perjalanan mereka di lembah ini. Anjuran berjalan cepat karena tempat ini merupakan tempat berlindungnya para syetan. Oleh karena itu, jamaah haji dianjurkan untuk bergegas meninggalkannya.(Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)
Share:

3 Okt 2014

Momen Haji Akbar yang Dinanti Calhaj


Pelaksanaan puncak haji atau Wukuf di Arafah yang tepat dilaksanakan pada Jumat (3/10) mendatang disebut  sebagai haji akbar. Jamaah calon haji Indonesia sangat antusias untuk mengoptimalkan ibadah di momen yang hanya terjadi tidak setiap tahun ini.
“Kebetulan hari Jumat itu hari yang sangat mulia dan bertepatan pada saat Nabi Muhammad SAW berhaji pada hari Jumat,” jelas Pembimbing Ibadah di PPIH Daker Madinah, Abdul Kholiq di Kantor Misi Haji Indonesia Daerah Kerja Makkah, Rabu (1/10).
Pada saat haji Akbar, kata dia, jumlah jamaah haji dari seluruh dunia terus membludak. Banyak jamaah dari seluruh penjuru dunia termasuk warga Arab Saudi sendiri berhaji untuk mengikuti jejak Rasulullah. Antusiasme mendapat haji akbar itu diperkuat oleh ada hadist yang menyatakan, pahala haji dilipatgandakan menjadi tujuh kali di momen tersebut.
Selain itu, pada saat haji akbar, doa-doa dari para jamaah haji bakal terkabul. "Tapi sebaiknya jangan bicara tentang pahala. Keistimewaannya adalah mengenang jejak Nabi Muhammad SAW. Jadi banyak doanya dikabulkan, berdoalah banyak-banyak di Arafah," kata Kholiq.
Namun untuk mendapatkan berkah haji akbar seluruh rukun dan wajib haji harus dipenuhi. Juga prosesi puncak haji dari Arafah-Muzdalifah-Mina. Menurut dia, sebenarnya banyak jamaah yang mengetahui perjalanan haji, tapi tidak tahu hikmah di balik perjalanan itu.
"Haji adalah wukuf di Arafah, jadi Habluminallah. Di situlah ketakwaan kita diuji, padang Arafah seperti padang Mahsyar," papar Kholiq.


tag:
umroh akhir tahun 
Share:

Arsip Blog

Definition List

Unordered List

Support