Hikmah Pelajaran Ibadah Haji (Bagian 2)
11. MENGAJARKAN PADA MANUSIA, AGAR MENYIAPKAN DIRI SEBELUM MELAKUKAN KETAATAN, oleh karena itu disunnahkan bagi yang ingin memulai ihrom, agar mandi, membersihkan diri, memotong kuku, membersihkan rambut kemaluan dan ketiaknya, dan memarfumi badannya, sebagaimana dituntunkan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-. Begitu pula ketika sudah tahallul awal dan akan melakukan thowaf ifadloh, disunnahkan baginya memakai parfum, sebagaimana dicontohkan oleh beliau. Tak diragukan lagi, tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap jiwa ketika menjalani ibadahnya, sekaligus menambah kekhusyu'annya.
12. MENGAJARKAN PADA MANUSIA UNTUK IKHLAS DAN TULUS HATI, yang keduanya adalah puncak amalan hati, dengan keduanya sebuah amal akan diterima dan mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya.
13. MENGAJARKAN PADA MANUSIA UNTUK TAWAKKAL DAN MENYERAHKAN URUSANNYA HANYA PADA ALLOH SEMATA, terutama dalam menunaikan dan memudahkan ibadahnya. Lihatlah bagaimana seorang muslim yang datang dengan meninggalkan keluarga, anak, dan hartanya, tentunya ia akan menyerahkan urusan harta dan sanak keluarganya pada Tuhannya, ia juga tentunya banyak meminta permohonan pada-Nya dalam menjalani beratnya perjalanan, terutama mereka yang datang dari negeri jauh.
14. MENGAJARKAN MANUSIA UNTUK BERTAWAKKAL YANG BENAR, tentunya tawakkal yang tidak mengesampingkan usaha lahiriyah yang diperintahkan untuk mencari rizki, oleh karenanya Alloh berfirman: "Tidak ada masalah jika kalian ingin mengharapkan kemurahan (rizki) dari Tuhan kalian". Ayat ini turun pada mereka yang menyangka bahwa makna tawakkal adalah dengan meninggalkan berdagang dalam menjalankan ibadah haji.
15. MENGAJARKAN PADA MANUSIA UNTUK MEWUJUDKAN SEMUA AMALAN-AMALAN HATI. Sungguh tiada ibadah yang tampak padanya semua atau sebagian besar amalan hati seperti dalam meenjalankan ibadah haji ini. Banyak sifat yang terkumpul dalam ibadah haji ini seperti amalan ikhlas, ketulusan hati, roja', tawakkal, zuhud, waro', muhasabah, keyakinan dll"
16. MENDIDIK MANUSIA UNTUK MENUNDUKKAN HATI DARI APA YANG DIINGININYA, selama hal itu dilarang oleh syariat. Parfum, tutup kepala, dan semua larangan ihrom haruslah ditinggalkan pada saat melaksanakan ibadaholeh jama'ah haji padahal hatinya menginginkannya. Ia meninggalkannya bukan karena apa-apa, tapi karena syariat melarangnya.
17. MENGAJARKAN MANUSIA UNTUK TAAT DENGAN ATURAN DAN BATASAN SYARIAT. Hal ini nampak dalam aturan miqot dan batasannya, aturan waktu melempar, aturan waktu meninggalkan arofah, dll.
18. MENGAJARKAN PADA MANUSIA UNTUK MEMBUKA PINTU QIYAS YANG SHOHIH. Pelajaran berharga ini, bisa kita ambil dari ucapan Umar r.a. pada penduduk negeri Irak ketika mereka mengatakan: "Sungguh dua miqot itu, tidak pas dengan jalan kami", maka Umar r.a. mengatakan: "Ambillah tempat yang sejajar dengannya di jalan kalian" (muttafaqun alaih).
Dengan ini, seorang muslim tahu bahwa aturan syariat bukanlah aturan yang kaku, dan tak bisa dirubah sama sekali. Tapi terbuka juga dalam aturan syariat ini pintu qiyas, tentunya hal ini hanya dikhususkan bagi mereka yang memiliki syarat dan ketentuan dalam ber-ijtihad.
19. MENGAJARKAN PADA MANUSIA TENTANG RUKUN KEDUA DITERIMANYA SUATU AMALAN, yakni mengikuti tuntunan Nabi -shollallohu alaihi wasallam-. Oleh karena itu, beliau menyabdakan: "Ambillah cara manasik kalian dariku!" (muttafaqun alaih). Beliau juga mengatakan dalam kesempatan lain: "Melemparlah dengan kerikil yang seperti ini!". Begitu juga perkataan Umar r.a. pada hajar aswad: "Aku tahu, kau ini hanyalah sebuah batu, yang takkan mampu memberi manfaat atau mendatangkan bahaya, andai saja aku tidak melihat Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menciummu, tentunya aku takkan menciummu" (muttafaqun alaih).
Dengan itu semua, seorang muslim akan lulus dari madrasah hajinya, dalam keadaan telah terbiasa mengikuti tuntunan Nabinya -shollallohu alaihi wasallam-, baik dalam hal yang besar, maupun yang paling kecil sekalipun.
20. MEMBERIKAN PELAJARAN AKAN MUDAHNYA AJARAN SYARIAT, sehingga keyakinan ini bisa tertanam dalam hatinya dan terasa ringan ketika menerapkannya. Hal ini, bisa terlihat dalam amalan-amalan berikut ini :
* Letak miqot yang menyebar dan terpisah-pisah, hingga memudahkan para jama'ah haji dalam memulai ihromnya. * Cara manasik ibadah haji yang bermacam-macam. * Adanya hukum khusus bagi para jama'ah yang lemah dan lanjut usia.
21. MENDIDIK MANUSIA, AGAR MEMPERHATIKAN ADANYA PERBEDAAN DIANTARA MEREKA. Sungguh tidaklah mereka berada pada derajat yang sama. Hal ini tampak pada adanya cara manasik haji yang bermacam-macam. Diantara mereka ada yang tidak mampu menunaikan hajinya, kecuali dengan cara ifrod. Diantara mereka ada yang hanya mampu melakukannya dengan qiron dan hal itu menjadi lebih mudah dan lebih utama baginya. Dan diantara mereka ada yang bisa menunaikan manasik dengan cara yang paling utama, yakni tamattu'.
Sungguh ini menunjukkan tingginya perhatian syariat pada keadaan, kemampuan, masalah, dan perbedaan mereka. Sekaligus merupakan bantahan bagi orang yang menuntut bersatunya umat dalam segala hal, baik dalam amalan maupun dalam hal kepentingannya.
22. MENGAJARI MANUSIA BAGAIMANA FIKHUL KHILAF DALAM KEHIDUPAN NYATA, hal itu tampak pada hal-hal berikut ini :
* Perbedaan para jama'ah dalam dalam memilih cara manasiknya. * Perbedaan para jama'ah dalam menjalani amalan yang dilakukan pada hari ke-10 bulan Dzulhijjah. * Perbedaan para jama'ah dalam hal dzikir yang dibaca ketika meninggalkan Mina menuju Arofah. Sebagaimana disebutkan, para sahabat dulu ada yang bertalbiyah, ada juga yang bertakbir. * Perbedaan waktu bolehnya beranjak dari Muzdalifah ke Mina, melihat keadaan masing-masing, bagi yang lemah ada waktu tersendiri, dan bagi yang kuat ada waktu tersendiri. * Perbedaan para jama'ah dalam memilih nafar awal atau nafar tsani untuk ibadah hajinya. * Perbedaan para jama'ah dalam memilih menggundul atau memendekkan rambutnya ketika hendak bertahallul.
Semua contoh di atas, mengajari para jama'ah bagaimana menyikapi perbedaan dan individunya. Sungguh, tidak ada nukilan tentang timbulnya cekcok atau tuduhan antara satu sahabat dengan sahabat lainnya, karena sebab memilih cara manasik tertentu, meski pilihan mereka adalah cara manasik yang kurang utama.
23. MENGAJARI MANUSIA, BAHWA TIDAK SEMUA YANG DITERANGKAN OLEH SYARI'AT ITU MUNGKIN DICERNA OLEH AKAL, tujuannya adalah agar syariat tetap menjadi pemegang kendali hukum di atas akal, bukan di bawahnya.
Dengan ini, seorang muslim akan terdidik untuk selalu menghubungkan dirinya dengan Allah dan ilmu-Nya, sekaligus melatihnya untuk berjiwa besar dan mau mengakui kelemahan dan kekurangannya.
24. MENGAJARI MANUSIA, BAHWA YANG PALING AFDLOL, ADALAH YANG SESUAI DG SYARIAT, bukan yang lebih berat dan susah, misalnya: Memulai ihram dari miqot, lebih utama dari pada memulainya dari tempat sebelumnya, meski itu lebih berat dan susah. Sehingga dengan ini, seorang muslim terdidik untuk memuliakan syariat dan memperhatikannya.
25. MELATIH MANUSIA, UNTUK TERBIASA TERTIB DAN TAAT ATURAN. Budaya tersebut bukanlah keistimewaan negeri kafir, sebaliknya itu merupakah nilai Islam yang telah kita abaikan. Nilai ini tampak dari hal-hal berikut:
* Harusnya tertib dalam menjalani amalan-amalan Umrah. * Sunnahnya tertib dalam menjalankan amalan-amalan pada hari ke-10 bulan dzulhijjah. * Harusnya tertib ketika melempar jamarot. * Tapi yang sungguh mengherankan, di zaman kita ini, justru ketertiban itu malah dijadikan cemoohan!