
⚖️ Penentuan Kuota Haji Kemenhaj Kini Lebih Proporsional dan Transparan
Pemerintah Republik Indonesia, melalui otoritas terkait, Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) RI, telah meresmikan penetapan jumlah jemaah haji Indonesia untuk tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi dengan total 221.000 orang. Merujuk pada data resmi dari platform Nusuk Masar, alokasi ini terbagi menjadi 203.320 jemaah haji reguler (92%) dan 17.680 jemaah haji khusus (8%). Angka total ini tidak berubah dari tahun sebelumnya dan telah diselaraskan dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 yang merupakan perubahan ketiga dari UU No. 8 Tahun 2019 mengenai Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umrah.
Dasar Hukum dan Prinsip Keadilan Baru
Penetapan kuota untuk tahun 2026 ini menandai sebuah langkah historis karena menjadi kali pertama pembagian alokasi jemaah antarprovinsi didasarkan pada landasan hukum yang eksplisit dan menggunakan rasio proporsional dari data antrean atau daftar tunggu jemaah haji. Sesuai dengan Pasal 13 UU No. 14 Tahun 2025, kementerian kini membagi kuota haji reguler hingga ke tingkat kabupaten/kota dengan mempertimbangkan secara saksama total daftar tunggu di setiap wilayah administratif.
Sistem baru yang berbasis daftar tunggu ini dipandang sebagai mekanisme yang paling adil dan akuntabel. Prinsipnya adalah bahwa daerah dengan jumlah calon jemaah terdaftar yang lebih besar akan otomatis menerima porsi kuota yang lebih banyak.
Dampak krusial dari mekanisme ini adalah penyeragaman masa tunggu bagi jemaah di seluruh provinsi. Dengan demikian, disparitas ekstrem waktu tunggu — yang sebelumnya bisa mencapai puluhan tahun antara satu daerah dengan daerah lain— dapat dieliminasi.
Mengatasi Disparitas dan Isu Gharar
Keadilan dalam masa tunggu ini memberikan implikasi langsung pada keadilan finansial terkait nilai manfaat setoran haji. Setiap jemaah kini memiliki peluang yang setara untuk memperoleh akses dan manfaat dari dana setoran haji mereka.
Selama ini, perbedaan waktu tunggu yang tajam di berbagai provinsi telah memicu kegelisahan dan kritik serius, termasuk dari tokoh agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sorotan utamanya adalah adanya elemen gharar (ketidakpastian) dan ketidakseimbangan dalam pengelolaan dana nilai manfaat.
Untuk menjamin keterbukaan perhitungan, Kemenhaj mengumumkan formula resmi pembagian kuota:
Perhitungan awal menggunakan data daftar tunggu per 16 September 2025.
Sebagai ilustrasi, perhitungan kuota untuk Provinsi Aceh adalah:
144.076 (DT Aceh) dibagi 5.398.420 (DT Nasional) dikalikan 203.302 (Kuota Reguler Nasional) menghasilkan 5.426. Oleh karena itu, Provinsi Aceh mendapatkan alokasi kuota sebanyak 5.426 jemaah untuk musim haji kali ini.
Komitmen Multiyears dan Penyesuaian Kuota
Jika dibandingkan dengan pembagian kuota tahun 2025 dan tahun-tahun sebelumnya—yang sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena tidak sepenuhnya mengikuti Undang-Undang dan menghasilkan rentang waktu tunggu hingga 47 tahun—skema pembagian kuota 2026 telah disempurnakan agar lebih proporsional dan patuh pada regulasi. Sistem ini berjanji untuk menjaga masa tunggu jemaah di seluruh Tanah Air berada dalam rentang waktu yang hampir seragam, mengukuhkan prinsip keadilan.
Dahnil Anzar Simanjuntak, Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, menjelaskan bahwa berkat skema baru ini, sepuluh provinsi akan menerima penambahan kuota, yang berdampak positif pada pemendekan masa tunggu. Sementara itu, dua puluh provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian kuota yang berimplikasi pada penambahan sedikit waktu tunggu.
Dahnil menegaskan bahwa kebijakan pembagian berbasis daftar tunggu ini akan dipertahankan minimal selama tiga tahun ke depan dan baru akan ditinjau ulang pada tahun keempat.
"Keputusan kebijakan tiga tahunan ini tidak hanya memberikan kepastian dalam aspek perencanaan dan penganggaran, namun juga selaras dengan penerapan pola kontrak multiyears yang kami mulai aplikasikan untuk berbagai layanan haji 1447H/2026, termasuk layanan umum dan skema transportasi udara, yang juga disiapkan dalam siklus kontrak tiga tahun," ujar Dahnil dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VIII DPR RI.
Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia menggarisbawahi komitmen kuatnya untuk senantiasa menjunjung tinggi prinsip transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam setiap keputusan terkait penyelenggaraan haji. Penyesuaian sistem alokasi kuota ini diharapkan dapat memastikan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kesempatan yang setara untuk menunaikan rukun Islam kelima ini dengan masa tunggu yang jauh lebih proporsional di seluruh pelosok negeri.