Tampilkan postingan dengan label tata cara haji. Tampilkan semua postingan

Apakah Anak Wajib Dampingi Ibu Berangkat Haji?

Kewajiban haji antara satu orang dengan lainnya berbeda. Ilustrasi haji.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Ketika ibu meminta anak untuk berangkat haji bersama-sama, maka anak dianjurkan untuk memenuhi permintaan ibu selama memenuhi syarat wajib haji yaitu kemampuan.

Perbuatan mulia tersebut termasuk pelengkap amal dalam berbakti kepada orang tua. Alumni Al Imam University Riyadh, Wafa binti Abdul Aziz As-Suwailim,  mengatakan terkait kewajiban anak untuk memenuhi permintaan ini memang belum ditemukan penjelasan lugas dari fikih klasik secara spesifik. Namun, ketaatan ini bisa dikiaskan dengan paksaan bagi mahram untuk mendampingi wanita tersebut menunaikan ibadah haji. 

Menurutnya, pandangan ulama terkait masalah tersebut bisa dikiaskan. Sebab, ketika mahram seorang wanita enggan mendampinginya untuk menunaikan ibadah haji, ia tidak berkewajiban atau tidak berhak dipaksa  mendampingi menunaikan ibadah haji.

Ini bila merujuk pandangan ahli fiqih dari kalangan Hanafiyah, tekstual pendapat Malikiyah, juga dinyatakan kalangan Syafi'iyah. "Dan inilah Mazhab kalangan Hanabilah," katanya. 

Pandangan ini juga didasarkan pada dalil bahwa haji adalah amalan yang berat, sulit, dan suatu beban yang besar, sehingga tidak seorang pun diwajibkan menunaikan amalan ini untuk orang lain, sebagaimana mahram seorang wanita tidak diwajibkan menunaikan haji untuknya ketika yang bersangkutan tengah sakit.

Karena itu, anak tidak diwajibkan untuk menunaikan haji mendampingi ibunya. Hal ini dikarenakan tidak diwajibkannya haji untuk mahram pendamping. Tidak ada pengecualian wanita yang dimaksud, maka ibu pun termasuk di dalamnya.    

"Dalil yang mereka sebut kan juga bisa digunakan sebagai dalil anak tidak diwajibkan menunaikan haji mendapingi ibu," katanya.

Menurutnya terkait masalah ini, kata Wafa, ia pernah berkonsultasi kepada  Syekh Muhammad Shalih bin Utsaimin. Beliau menjawab ketika ibu meminta untuk berangkat haji bersama-sama, anak tidak berkewajiban memenuhi permintaan itu, dan itu bukan tindakan durhaka, mengingat beban berat selama menunaikan ibadah haji. "Baik haji wajib ataupun sunah," katanya.

Sementara ketika anak sudah berniat bulat untuk menunaikan haji, lalu ibunya meminta untuk mengajak serta bersama-sama, dan tidak ada dampak negatif bagi si anak atas permintaan itu karena saat itu si anak berkewajiban menuruti dan mengajak serta ibu.   

Thawaf di Ka'bah termasuk Hipnotisme


Thawaf adalah salah satu rukun haji dan umrah, yang harus dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran. Pada saat melakukan thawaf, Ka'bah (Baitullah) merupakan pusat lingkarannya. Menurut dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi, Dr.Bahar AAzwar SpB.k. Onk., thawaf di Baitullah dapat digolongkan ke dalam Hipnotisme.
Hipnotisme, kata Dr. Bahar, termasuk dalam kategori pertama pembagian kedokteran alternatif oleh National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat, yaitu mind-boy atau intervensi ruhani terhadap jasmani yang berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh, dan bermanfaat untuk berbagai penyakit kecuali infeksi. Penyakit tersebut antara lain :

  1. Kelainan jantung dan pembuluh darah,seperti tekanan darah tinggi, serta penyakit jantung koroner
  2. Kanker dan nyeri pada kanker.
  3. Penyakit pencernaan,dan sakit mag
  4. Dismenorea (rasa sakit ketika sedang haid)
  5. Penyakit kulit dan beberapa penyakit lain,seperti asma,rematik sendi, sakit kepala, kencing manis, kegemukan, penyakit gondok dan hipoglikemia
Gerakan dan ucapan ketika thawaf juga mampu membuat orang "terlena: dan terhipnotis karena larut dalam kekhusyukan. Kekhusyukan ketika thawaf bisa membuat batin seseorang menjadi tenang dan akan berpengaruh terhadap peningkatan daya kekebalan tubuh.

Saat melaksanakan thawaf, jamaah akan mengingat Allah Swt (dzikrullah) sehingga akan mendapatkan ketenangan yang luar biasa. Dalam ketenangan ini, mereka tidak hanya memperoleh kekuatan secara batin, tapi juga bisa memperoleh kekuatan lahiriah. Bahkan, dampak positifnya terlihat jelas pada kesehatan mereka.

Maka janganlah heran, apabila orang yang biasanya dirumah, memiliki banyak keluhan kesehatan, apakah itu rematik, linu, sering pusing, semua akan hilang selama menunaikan Ibadah Haji atau Umroh. Subhanallah. Itulah Hipnotisme Thawaf.

Tata Cara Tawaf

Ibnu Umar RA menceritakan "Dahulu apabila Rasulullah SAW melakukan Tawaf yang pertama ( Tawaf Qudum, atau tawaf selamat datang ), beliau berlari - lari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada empat putaran berikutnya. Beliau melakukan Sa'i ( berlari kecil ) pada Bathnul Masil (perut lembah) diantara bukit Shafa dan Marwah.

Suci dari Hadas.
Dalam melaksanakan tawaf, Jama'ah harus dalam keadaan wudhu, suci dari hadas besar dan kecil serta tidak diperbolehkan bagi wanita yang sedang Haid atau Nifas.
tawaf


Syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan tawaf adalah sebagai berikut :

Berniat akan melakukan tawaf.

Menuju ke garis coklat tanda batas putaran tawaf yang letaknya searah Hajar Aswad.

Menghadap ke Ka'bah dan ber-Istilam (mengangkat tangan kanan ke arah hajar Aswad) dan memberi isyarat mengecupnya, sambil mengucapkan Bismillahi Wallahu Akbar.

Memulai putaran pertama sambil membaca do'a.

Sampai di Rukun Yamani, mengusap Rukun Yamani ( bila memungkinkan, atau cukup dengan mengangkat isyarat tangan saja ) sambil mengucapkan Bismillahi Wallahu Akbar.

Melewati Rukun Yasmani maka sampai ke Hajar Aswad, garis start coklat, maka selesailah satu putaran.

Teruskan dengan putaran berikutnya, sampai selesai putaran ketujuh yang akan berakhir di hajar Aswad.

Jika Wudhu batal pada saat melaksanakan tawaf, segera berhenti dan bersucilah kembali dengan air atau bertayamum. setelah itu ulangi putaran saat batalnya wudhu dan lanjutkan sampai selesai. artinya putaran yang dilakukan sebelum wudhu batal adalah sah dan dapat dimasukan hitungan.

Setelah selesai Tawaf lanjutkan dengan ibadah berikutnya. Dan kalau bisa sesuai dengan urutannya.

Berdo'a atau Munajat di Multazam.

Shalat sunat dan berdo'a di makam Ibrahim.

Shalat sunat di Hijir Ismail, lanjutkan dengan Do'a.

Minum air Zamzam dan berdo'a.



Konsultasi dan Pendaftaran
Hubungi :
Rahmad Arifudin

021-47487788, 087884412164.

Tata Cara Haji : Hari Raya Qurban

Hari Raya Kurban
Beberapa amalan pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu’ dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa’i untuk haji.
Hari-Hari Tasyriq
1. Wajib bermalam di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11 dan ke-12 (bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang mengakhirkan/tetap tinggal).
2. Wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut: Setiap jamaah haji melempar ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah) pada setiap hari dari hari-hari tasyriq setelah tergelincirnya matahari. Yakni dengan tujuh batu kerikil secara berurutan untuk masing-masing jumrah, dan bertakbir setiap kali melempar. Dengan demikian jumlah batu kerikil yang wajib ia lemparkan setiap harinya adalah 21 batu kerikil.
Jama’ah haji memulai dengan melempar jumrah ula, yakni jumrah yang letaknya dekat Masjid Al-Khaif, kemudian maju ke sebelah kanan seraya berdiri dengan menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdoa dengan mengangkat tangan. Lalu melempar jumrah wustha, kemudian mencari posisi di sebelah kiri dan berdiri menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdoa seraya mengangkat tangan. Selanjutnya ia melempar jumrah aqabah dengan menghadap kepadanya serta menjadikan kota Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina di sebelah kanannya. Di sana ia tidak berhenti (untuk berdoa). Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada tanggal 12 dan 13 Dzulhijjah.

Tata Cara Haji : Hari Arafah

Hari Arafah
1. Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzulhijjah), maka setiap jamaah haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandangkan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat, sedang mereka bersama Nabi SAW. Ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi juga tidak mengingkarinya.
Jika matahari telah tergelincir, maka jamaah shalat Dzuhur dan Ashar secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyampaikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji).
2. Setelah shalat, setiap jamaah menyibukkan diri dengan dzikir, doa dan merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Sebaiknya berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi SAW.
Karena itu, setiap jamaah haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak doa, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Keutamaan Hari Arafah
Nabi SAW bersabda, “Haji adalah Arafah.” (HR Ahmad dan para penulis kitab Sunan).
Nabi SAW bersabda, “Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, ‘Apa yang mereka kehendaki?” (HR. Muslim).
Rasulullah bersabda, “Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, ‘Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Malik dan lainnya).
Bermalam di Muzdalifah
Jika matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para jamaah haji berduyun-duyun (meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah mereka shalat Maghrib dan Isya secara jama’ qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Jika takut akan lewatnya waktu, hendaknya jamaah shalat Maghrib dan Isya di tempat mana saja, meskipun di Arafah. Lalu bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian shalat Subuh di awal waktunya, lalu menuju Masy’aril Haram, yaitu bukit yang berada di Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya.
Jika tidak, maka seluruh Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang disyariatkan). Di sana hendaknya jamaah menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir, mengesakan dan berdoa kepada-Nya. Jika pagi telah tampak sangat menguning, sebelum terbit matahari, para jamaah berangkat menuju Mina dengan mengumandangkan talbiyah hingga sampai melempar jumrah aqabah.